APINDO Kaltara Gelar FGD, Tekankan Pentingnya Keseimbangan Usaha dan Kesejahteraan Pekerja dalam Penetapan UMP
TARAKAN – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalimantan Utara kembali menunjukkan komitmennya dalam mendorong dialog konstruktif terkait kebijakan ketenagakerjaan. Melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Peran Pemerintah dalam Menentukan UMP yang Adil dan Layak”, APINDO Kaltara menghadirkan berbagai pihak untuk membahas dinamika penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
FGD yang digelar pada Rabu, 19 November 2025, menghadirkan narasumber dari lintas sektor: Ketua DPP APINDO Kaltara Peter Setiawan, perwakilan Dinas Ketenagakerjaan Kaltara Dewi Parasmiya Wijayanti, S.STP., M.Si, perwakilan GAPKI Kaltara Hafla Aman, serta pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Pembangunan Dr. Margiyono, S.E., M.Si.
APINDO Inisiasi Ruang Diskusi untuk Keseimbangan Kebijakan
Sebagai pihak yang menginisiasi forum, APINDO Kaltara menegaskan bahwa FGD ini dibuka sepenuhnya sebagai ruang dialog terbuka—bukan hanya untuk pengusaha, tetapi juga bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penetapan UMP.
Ketua DPP APINDO Kaltara, Peter Setiawan, menekankan bahwa dunia usaha membutuhkan kebijakan upah yang rasional dan berimbang.
“Pekerja bukan beban biaya. Mereka adalah mitra usaha. Upah yang terlalu rendah justru tidak sehat bagi perusahaan,” ujar Peter.
Peter juga mencontohkan kasus perusahaan sepatu di Mojokerto yang mencoba pindah ke wilayah berupah lebih rendah, namun akhirnya bangkrut karena kehilangan pasar ekspor. Hal ini, katanya, menunjukkan bahwa sekadar menekan biaya tenaga kerja bukan solusi jangka panjang.

Tantangan Penetapan UMP: Inflasi dan Lonjakan Harga
Dalam diskusi, sejumlah peserta mempertanyakan keterlibatan serikat pekerja, yang dinilai jarang diundang langsung oleh pemerintah dalam pembahasan upah.
Menanggapi itu, perwakilan Disnakertrans Kaltara, Dewi Paras, menjelaskan bahwa proses penetapan UMP bersifat periodik, sementara kenaikan harga kebutuhan pokok dapat terjadi berkali-kali dalam setahun.
“Inflasi adalah variabel penting yang sangat berpengaruh. Pemerintah menanganinya melalui TPID bersama BI, akademisi, dan sektor terkait,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah tetap berkewajiban memberikan penjelasan kepada masyarakat, termasuk pekerja dan pengusaha, meski masih menghadapi berbagai keterbatasan.
UMK dan Tantangan Pelaku Usaha Kecil
Peserta FGD dari unsur pengusaha turut menyuarakan keresahan terkait pemberlakuan UMK. Mereka menilai sorotan publik lebih sering tertuju pada perusahaan besar, sementara usaha kecil—seperti hotel dan usaha mikro—sering luput dari perhatian padahal mereka kerap kesulitan memenuhi ketentuan upah minimum.
APINDO menilai isu tersebut perlu dibahas secara komprehensif, karena kebijakan upah yang diterapkan secara seragam dapat berdampak tidak proporsional pada skala usaha yang berbeda-beda.
APINDO: Penetapan UMP Harus Libatkan Semua Pihak
FGD yang digelar APINDO Kaltara ini menegaskan bahwa formulasi UMP bukan sekadar menetapkan angka, tetapi menimbang berbagai aspek: kebutuhan hidup layak, kemampuan usaha, produktivitas, serta keberlanjutan perekonomian daerah.
APINDO menegaskan bahwa kebijakan upah harus menjadi jalan tengah, bukan sumber konflik.
“Keseimbangan antara daya beli pekerja dan kelangsungan usaha adalah kunci. Tanpa usaha yang bertahan, tidak ada lapangan kerja yang bisa dipertahankan,” tutup Peter.
Melalui forum ini, APINDO Kaltara berharap pemerintah dan serikat pekerja semakin terbuka untuk membangun dialog bersama. FGD serupa direncanakan terus dilakukan sebagai bagian dari komitmen APINDO dalam menghadirkan solusi praktis dan berkeadilan bagi dunia ketenagakerjaan di Kalimantan Utara.


















