Ekonomi di Kaltara Melambat, Penentuan UMP dan UMK Harus Fair
TARAKAN – Dewan Pengurus Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP APINDO) Kalimantan Utara, menggelar Forum Group Discussion (FGD) terkait kondisi perekonomian di Kalimantan Utara, dalam rangka mempersiapkan penetapan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota, pada Rabu, 20 November 2024 di Hotel Lotus Panaya Tarakan.
Focus Group Discussion dengan tema “Pemulihan Ekonomi Kalimantan Utara Melalui Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat” ini menghadirkan empat orang narasumber yang sangat berkompeten di bidangnya. Mereka adalah Ketua DPP Apindo Kaltara, Peter Setiawan. Ketua Tim Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltara, Basran. Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industri dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Hiwas) Disnaker Provinsi Kaltara, Muhammad Sarwana. Dan Penasehat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), HB Syarif Almahdali.
Dalam FGD tersebut, Peter mengungkapkan kondisi perekonomian di Kalimantan Utara saat ini khususnya Tarakan sedang tidak baik-baik saja. Angka inflasi yang cukup tinggi saat ini, sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Kaltara.
Secara nasional, banyak perusahaan khususnya di bidang perikanan atau coldstorage yang tutup karena tidak mampu menutupi biaya operasional yang tinggi. “Banyak perusahaan udang di Jatim gulung tikar. Termasuk di Tarakan, satu coldstorage tutup. Lokasinya di Juata (Tarakan Utara),” ungkap Peter.
Melihat kondisi seperti ini, Peter meminta agar pemerintah daerah harus lebih peka dalam melakukan antisipasi-antisipasi bahkan membantu pengusaha agar perusahaan-perusahaan tersebut tidak semakin banyak yang tutup. Sebab jika kondisi ini terus terjadi, maka angka pengangguran di daerah akan semakin meningkat dengan adanya PHK. “Salah satu yang bisa dilakukan adalah membuka peluang dengan mencari pasar untuk meningkatkan daya beli produk,” kata Peter.
Termasuk juga kaitannya dengan penentuan UMK tahun 2025 nanti. Peter berharap pemerintah juga harus lebih peka melihat situasi dan kondisi. “Semoga menterinya (Menteri Tenaga Kerja) tidak pro ke buruh, tidak pro ke pengusaha juga. Kalau ada yang mementingkan diri sendiri bahaya,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan pihak pemerintah terkait penentuan angka UMP dan UMK provinsi Kaltara. “Kalau itu baik bagi pemerintah, harapannya baik juga untuk pengusaha,” kata Muhammad Sarwana, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industri dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Hiwas) Disnaker Provinsi Kaltara.
Menurutnya penetapan upah minimum tersebut masuk dalam PSN (proyek strategis nasional). Dan Provinsi Kaltara termasuk provinsi yang taat dan mengikuti perintah pusat. “Kaltara masuk dalam penilaian baik (setelah Jatim, Jateng dan DKI Jakarta). Plusnya lagi, tidak ada laporan pengaduan THR (tunjangan hari raya) yang masuk ke Disnaker di provinsi Kaltara,” tutur Sarwana.
Sementara itu, Ketua Tim Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltara, Basran mengungkapkan berdasarkan data dan survey yang dilakukan BPS, pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Utara melambat. Pada triwulan ketiga tahun 2024, angkanya mencapai 4,29. Padahal di triwulan 2 tahun 2024, angkanya di 4,7.
Salah satu survey BPS menyebutkan, angka pengangguran kelulusan SMA paling tinggi di Kaltara. “Lulusan SMA ini tidak punya skill, tapi pilih-pilih pekerjaan,” ungkap Basran.
Melihat kondisi seperti ini, BPS menyarankan agar sebaiknya dilakukan kerjasama antara Dinas Pendidikan bersama Apindo untuk mengakomodir lulusan-lulusan SMA ini. “Paling rendah ada di Nunukan, terutama daerah Krayan. Kalau mau mengurangi pengangguran utamakan di Tarakan,” pesan Basran.(*)